Senin, 21 Mei 2012

Rahasia dibalik "Tragedi Sukhoi Di Gunung Salak"



"Tragedi Sukhoi Di Gunung Salak"



    Penyebab Tragedi Sukhoi di Gunung Salak. Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan) menyatakan saat Sukhoi Superjet 100 menabrak tebing Gunung Salak tanggal 9 Mei pukul 14.33 WIB, gunung tersebut sedang diliputi awan Cumulonimbus menjulang setinggi 37.000 kaki (11,1 km).

      “Logika sederhananya, pilot akan mencari jalan keluar yang paling aman.
Namun menaikkan pesawat untuk mengatasi awan mungkin dianggap terlalu tinggi, dari 10.000 kaki harus terbang melebihi 37.000 kaki. Karena itu, pilihannya hanya mencari jalan ke kanan, kiri, atau bawah,” kata Deputi Sains, Pengkajian, dan Informasi Kedirgantaraan Lapan Thomas Djamaluddin,
        
        ketika dihubungi dari Jakarta, Sabtu. Karena itu, ia menjelaskan, pilihan minta izin menurunkan pesawat ke ketinggian 6.000 kaki mungkin didasarkan pada pertimbangan bahwa ada sedikit celah yang terlihat di bawah, tetapi terlambat memperhitungkan risiko yang lebih fatal dengan topografi yang bergunung-gunung. Ia menguraikan, data MTSAT menunjukkan sekitar waktu kejadian, awan di sekitar Gunung Salak memang tampak sangat rapat dengan liputan awan lebih dari 70 persen.

            Analisis indeks konveksi yang bisa menggambarkan ketinggian awan juga menunjukkan indeks sekitar 30 yang bermakna adanya awan Cb (Cumulonimbus) yang menjulang tinggi sampai sekitar 37.000 kaki (11,1 kilometer). Data satelit itu, tambahnya, memberi gambaran bahwa saat kejadian, pesawat dikepung awan tebal yang menjulang tinggi. Pada saat sebelum jatuh itu, diinformasikan pesawat turun dari ketinggian 10.000 kaki (3 kilometer) ke 6.000 kaki (1,8 kilometer), padahal tinggi gunung Salak sekitar 2,2 km. Namun analisis ini, tegasnya, hanya berdasarkan data satelit cuaca, sekadar untuk memberi jawaban sementara berdasarkan data, bukan berdasarkan spekulasi yang tak berdasar.

          Analisis komprehensif tentang faktor lainnya tentu kita nantikan dari analisis rekamanan penerbangan oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), walau tentu saja faktor cuaca tetap tak dapat dikesampingkan,” kata Djamal.
           Sementara itu, mantan Kepala Unit Pelaksana Teknis Hujan Buatan BPPT Syamsul Bahri yang ditemui mengatakan, saat berada di dalam kepungan awan seorang pilot memiliki risiko yang tinggi untuk tiba-tiba naik atau tiba-tiba turun. “Karena itulah, setiap pilot selalu menghindari awan untuk menghindari risiko ini dengan terbang jauh di atas liputan awan.Namun mungkin si pilot belum menguasai medan yang berat ini,” kata Kepala Biro Perencanaan BPPT yang berpengalaman menerbangkan pesawat untuk layanan modifikasi cuaca itu.

 Unsur mistis dan klenik      




           Unsur mistis dan klenik sangat kental di Gunung Salak. Banyak dongeng atau legenda yang masih diingat warga sekitar gunung yang terletak di Kabupaten Bogor dan Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Salah satunya, menyangkut makam keramat Raden KH Syekh Mohomammad Hasan, yang terletak di Puncak Salak I, atau sering disebut Puncak Manik. Syekh Mohomammad Hasan diyakini sebagai salah satu ulama besar yang menyebarkan Islam di Jawa Barat, seputar Bogor, Garut, hingga Cirebon. Makam Syekh Hasan dianggap keramat, setara dengan makam Mbah Priok di Tanjung Priok, Jakarta Utara, dan Al Habib Abdullah Bin Mukhsin Alathas atau makam Karomah Empang Bogor, tak jauh dari Kebun Raya Bogor. Dua orang pemuka agama Islam di Cijeruk, Bogor, KH Marsa Abdullah dan Habib Mukhsin Barakbah menyampaikan hal itu kepada Tribun Jakarta, Sabtu (12/5/2012). Mereka ditemui di kediaman Marsa di Kampung Pasir Pogor, Cipelang, berjarak kurang lebih 500 meter di selarang lapangan helikopter darurat milik SMPN 1 Cijeruk, yang menjadi posko utama evakuasi korban pesawat Sukhoi Super Jet 100 yang jatuh pada Rabu (9/5/2012).
            Menurut pandangan kebatinan Marsa, peristiwa jatuhnya pesawat buatan Rusia berpenumpang 47 orang, ada kaitannya dengan legenda Sunda, suku asli Bogor dan Jawa Barat pada umumnya. Ia coba mengingat-ingat kecelakaan jatuhnya Sukhoi di kaki Gunung Salak, dan fakta kecelakaan-kecelakaan sebelumnya. Marsa lalu mengaitkan musibah ini dengan makhluk gaib penunggu Gunung Salak. "Jangan anggap remeh, walaupun ini dongeng. Anda percaya atau tidak, terserah. Seperti kalau mau masuk rumah orang, kan ada isyaratnya. Harus ada sopan-santun, ada salam.
           Bagi orang Islam misalnya, mengucapkan assalamualikum," tutur Marsa. Sabtu lalu, KH Marsa menggelar acara ritual masayarakt setempat dengan menyediakan tumpeng di Puncak Manik. Nasi tumpeng disajikan dengan menu petai bakar dan ikan pedak bakar, untuk syarat berdoa meminta kepada Tuhan agar cuaca cerah guna melancarkan evakuasi. KH Marsa pun bercerita tentang kekeramatan makam Syekh Mohammad Hasan di puncak Gunung Manik atau puncak Gunung Salak I. Ia menuturkan, tidak boleh menunjukkan kesombongan atau pamer kekuatan di gunung tersebut. burung pun katanya bisa jatuh disana , apalagi pesawat .

Dikutip dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar