Minggu, 27 Mei 2012

Tikus – Tikus Kantor by Iwan Fals


Firgiawan Listanto a.k.a Iwan Fals yang menggelar diskusi sekaligus konser temu kangen semalam yang bertempat di M-Icon Convention hall dengan tema "Budaya - Korupsi - dan Kehidupan" .
        Diskusi menarik yang dihadiri oleh Kapolres Manado KomBes Amran Ampulembang . dan juga DanDim Manado Letkol Inf Y. Putrajaya . dan beberapa narasumber itu menarik perhatian sejumlah ormas . termasuk didalamnya BPW Oi Sulut . berlangsung sangat menarik

salam Oi , damai kami sepanjang hari



Membahas Lagu Iwan Fals “Tikus-Tikus Kantor”


“kisah usang tikus-tikus kantor, yang berenang disungai yang kotor, kisah usang tikus-tikus berdasi…” sepenggal lirik lagu iwan fals tersebut mungkin cocok buat keadaan negeri kita sekarang ini. korupsi merajalela, koruptor bebas berkeliaran diinstansi pemerintahan, baik pusat maupun daerah. Koruptor yang berasal dari pegawai “ecek-ecek” sampai pejabat negeri yang berdasi rapi. Korupsi yang terang-terangan maupun yang berlindung dibawah Peraturan yang diakali.
Korupsi kalau diartikan sederhana merupakan tindakan yang berpotensi merugikan negara untuk memperkaya diri, keluarga, kerabat dan golongannya. Di sini tidak akan saya tulis koruptor kelas kakap yang tidak bisa dipahami dan sulit dimengerti karena selalu berlindung dibawah “ketiak” pejabat yang lebih tinggi, berkelit lidah dan banyak harta yang bisa membayar hukum sekalipun. Mari Kita tengok saja korupsi yang sering dilakukan di sekitar kita, atau bahkan kita sendiri yang tidak bisa terendus karena “hanya” kecil-kecilan dan berlindung dibawah peraturan yang bisa diakali. padahal sekecil apapun korupsi kalau dilakukan terus menerus akan lebih akut menggerogoti kekayaan negeri karena sudah terbiasa dan dianggap wajar untuk dilakukan.
Pegawai Negeri Sipil (PNS). Yah lagi-lagi Tiga huruf ini tersangkanya. PNS kelas teri yang belum berdasi dan belum membawa merci. Punya jabatan tapi sehari-hari tidak mempunyai pekerjaan, atau bahkan tidak mengetahui apa yang harus dikerjakan. Motivasinya cuma uang. Sudah digaji dan mendapatkan tunjangan macam-macam masih mencari tambahan uang saku dari perjalanan dinas yang tidak jelas apa yang dikerjakan selama perjalanan dinas tersebut. Padahal Perjalanan Dinas tersebut dibiayai negara. PNS ini berpikiran Bagaimana uang negara, uang rakyat yang dituangkan dalam APBN masuk kekantong dan rekeningnya. Merugikan negara, ada peraturannya walaupun diakali bagaimana bisa melakukan perjalanan dinas yang sebenarnya bukan untuk kepentingan negara.
Setiap hari PNS tersebut bukan berpikir untuk bekerja untuk negara karena merasa sudah digaji rakyat dan negara, tetapi berpikir bagaimana mereka bisa melakukan Perjalanan Dinas dalam konteks pembahasan kepentingan kantor atau kerjaan kantor sesering mungkin walaupun disana cuma “ngrumpi” dan membicarakan orang lain yang tidak jelas maksudnya. Yang penting Dapat Uang saku untuk tambahan “jajan” anak-anak mereka. Uang Subhat, atau bahkan boleh lebih kejam lagi “uang haram” untuk buah hatinya. Mereka menikmatinya menganggap seolah itu adalah tambahan rejeki, padahal rejeki mereka sudah ada yaitu dari gaji dan bermacam tunjangan yang diterima setiap bulannya. Manusia memang tidak pernah puas, PNS juga manusia yang tidak pernah puas dengan apa yang sudah diterima.
Jujur, Bekerja Keras maka dirimu akan mendapatkan rejekimu sendiri. Itulah sebaris kalimat yang saya baca dan semoga dibaca juga oleh Para PNS sang tikus-tikus kantor. Kalau setiap hari memikirkan bagaimana melakukan perjalan dinas, berarti gaji selama sebulan menggaji pekerjaan apa. Padahal kalau mau bersyukur, gaji itu sudah lebih dari cukup bukan? PNS kenapa selalu menjadi benalu, kenapa selalu jadi virus dan malin di negerimu sendiri walaupun tidak semua PNS punya mental seperti ini. Ayo bersama sejahterakan rakyat, saudara-saudara kita, jangan hanya mempertebal kantong pribadi untuk kesejahteraan pribadi dan bahagia diatas tertindasnya saudara kita.

 
Kita harus malu….
Malu jadi benalu….
Malu minta melulu….

Dan diakhiri dengan…Malu karena salah melulu….


Referensi :  -    Koran Media Indonesia
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar